Selamat siang
sahabat blog. Bagaimana kabar kalian semua siang ini? Hari jum’at ini, adalah
hari mulia di mata Alah. Jadi kita perbanyak amalan di hari yang mulia ini,
salah satunya yaitu Shalat Jum’at (wajib untuk laki-laki). Tetapi, saat ini
kita tidak akan membahas mengenai keistimewaan hari Jum’at, melainkan
melanjutkan pembahasan kemarin yang terpotong. Yaitu melanjutkan mengenai bulan
Muharram. Kemarin kita sudah membahas mengenai apa itu bulan Muharram, dan
bagaimana keistimewaannya. Dan pada saat ini, kita akan membahas mengenai
Amalan yang dianjurkan pada Bulan Muharram. Jadi langsung kita menginjak ke
pemabahasannya saja.
Diantara
amalan yang dianjurkan pada bulan Muharram adalah berpuasa. Sebab, puasa yang
paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Muharram.
Disebutkan dalam hadits, “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa
pada bulan Allah (yaitu) Muharram dan shalat yang paling utama setelah puasa
wajib adalah shalat malam.” (H.R. Muslim)
Diantara
puasa yang disyari’atkan secara khusus pada bulan ini adalah puasa Asyura
(tanggal 10 Muharram). Banyak hadits yang menjadi landasan puasa ini.
Diantaranya sebagai berikut.
1. Hadits
riwayat Bukhari dan Muslim yang menjelaskan Rasulullah saw. memberi perhatian
besar terhadap puasa Asyura.
“Aku
tidak pernah melihat Rasulullah saw. berupaya keras untuk puasa pada suatu hari
melebihi yang lainnya, kecuali pada hari ini, yaitu hari Asyura dan bulan ini,
yaitu Ramadhan.” (H.R Bukhari Muslim)
Diriwayatan
dari Rubai’ binti Mu’awwidz bin ‘Afra’ r.ha. berkata, “Nabi Muhammad saw. pada
pagi hari Asyura mengutus ke perkampungan kaum Anshar yang berbeda di sekitar
Madinah (dan berpesan), ‘Barangsiapa yang tidak berpuasa hari itu hendaknya
menyempurnakan sisa waktu pada hari itu dengan berpuasa dan barangsiapa yang
berpuasa mmaka hendaknya melanjutkan puasanya.’ Rubai’ berkata, “Maka sejak itu
kami berpuasa pada hari ‘Asyura dan menyuruh anak-anak kami berpuasa dan kami
buatkan untuk mereka permainan yang terbuat dari kapas lalu jika salah seorang
dari mereka menangis karena ingin makan maka kami berikan kepadanya permainan
tersebut hingga waktu berbuka puasa.” (H.R.
Bukhari dan Muslim, redaksi hadits ini menurut periwayatan Imam Muslim)
2. Hadits
riwayat Bukhari dan Muslim yang menjelaskan bahwa kaum Yahudi juga berpuasa
pada hari ‘Asyura, juga menjadikannya sebagai hari raya.
Ibnu
Abbas r.a. berkata bahwa ketika Rasulullah saw. tiba di Madinah, beliau melihat
orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura, maka beliau bertanya, “Hari apa
ini?” Mereka menjawab, “Ini adalah hari istimewa karena pada hari ini Allah
menyelamatkan bani Israil dari musuhnya. Karena itu Nabi Musa a.s. berpuasa
pada hari ini. Rasulullah saw. pun bersabda, “Aku lebih berhak terhadap Musa
daripada kalian.” Maka beliau berpuasa dan memerintahkan sahabatnya untuk
berpuasa. (H.R. Bukhari Muslim)
3. Hadits
riwayat Bukhari dan Muslim yang menyatakan bahwa kaum Quraisy pada zama
Jahiliyah juga berpuasa ‘Asyura.
Diriwayatkan
dari Aisyah r.ha. berkata, “Kaum Quraisy pada masa Jahiliyah juga berpuasa pada
hari ‘Asyura dan Rasulullah saw. juga berpuasa pada hari itu. Dan ketika beliau
telah tiba di Madinah, beliau tetap emngerjakannya dan memerinthakna umatnya
untuk berpuasa. Setelah puasa Ramadhan telah diwajibkan beliau pun meninggalkan
(kewajiban) puasa ‘Asyura, seraya bersabda, ‘Barangsiapa yang ingin berpuasa
maka silakan tetap berpuasa, dan barangsiapa yang tidak ingin berpuasa maka
tidak mengapa.” (H.R. Bukhari Muslim)
Selain
puasa hari ‘Asyura, Rasulullah saw. juga meganjurkan untuk berpuasa pada 9
Muharram atau yang disebut dengan puasa Tasu’a. Meskipun Nabi saw. saat itu
belum sempat melaksanakan puasa tersebut karena beliau telah wafat. Puasa 9
Muharram ini diantarnya berfungsi untuk membedakan puasa kaum muslim dengan
puasanya kaum Yahudi dan Nasrani.
Mengenai
puasa ini dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a.,
beliau berkata, “Ketika Rasulullah saw. berpuasa pada hari ‘Asyura dan
memerintahkan kaum muslimin berpuasa, mereka (para sahabat) menyampaikan, ‘Ya
Rasulullah, ini adalah hari yang diagunkan Yahudi dan Nasrani.’ Rasulullah pun
bersabda, “Jika tahun depan isnya Allah (kita bertemu kembali dengan bulan
Muharram), kita akan berpuasa juga pada hari kesembilan (tanggal Sembilan).’
Akan tetapi sebelum tiba Muharram tahun deoan, Rasulullah saw. wafat pada tahun
tersebut.” (H.R. Muslim)
Disebutkan
juga dalam hadits lain, diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a., beliau berkata,
“Berpuasalah pada Sembilan dan sepuluh Muharram, dan berbedalah dengan orang
Yahudi.” (Diriwayatkan dengan sanad shahih oleh Baihaqi dalam Sunan Al-Kubra dan Imam Ath-Thabari
dalam Tahdzib Al-Atsar)
Selain
berpuasa, umat muslim juga dianjurkan berbuat baik kepada keluarga dan
istrinya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Baihaqi dalam Syuabil Iman,
“Barangsiapa membuat kelapangan atas keluarga dan istrinya pada hari ‘Asyura,
Allah SWT akan melapangkan kepadanya dalam sisa waktu setahunnya.”
Admin : Agung Surya Adi P
Saat ini anda sedang membaca
Apa itu Bulan Muharram? (part 2)
. Jika ada salah kata atau kata yang kurang berkenan, kami mohon maaf. Terimakasih atas kunjungan anda sudah meluangkan waktu untuk membaca artikel ini, Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar. Semoga Artikel dapat
Apa itu Bulan Muharram? (part 2)
bermanfaat.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini
untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di
Bacaan Ringan

