Selamat berjumpa
lagi sahabat blog Islam itu Indah. Bagaimana kabar kalian semuanya? Semoga
baik-baik saja. Kemarin kita sudah membahas mengenai bulan pertama di kalender
hijriyah, yaitu bulan Muharam. Dan pada kesempatan kali ini kita akan membahas
mengenai bulan ke-2 di kalender hijriyah, yaitu bulan Shafar. Sudah penasaran
bagaimana pembahasannya? Mari kita mulai saja pembahasannya. Selamat menikmati.
Bulan
kedua dalam kalender Hijriyah adalah Shafar. Shafar diambil dari kata shafira
dengan bentuk masdar shafaran yang
bermakna ‘kosong’. Adapun shaffaran
bermakna ‘mencelup’. Bulan ini diberi nama Shafar karena Kota Mekah pada bulan
ini kosong ditinggal penghuninya untuk berperang melawan kabilah-kabilah
dilurat Kota Mekah, atau untuk berniaga dengan membawa seluruh harta
perniagaan. Dalam bulan ini, banyak peristiwa bersejarah yang terjadi, seperti
perkawinan Nabi Muhammad saw. dengan Siti Khadijah, terjadinya Perang Wudan dan
Perang Abwak (perang yang pertama kali diikuti oleh Nabi Muhammad), Perang Bi’r
Ma’unah yang dipimpin oleh Al-Mundzir bin ‘Amr As-Sa’idiy disertai 40 orang
sahabat Nabi yang ditugaskan untuk berdakwah dan mengajarkan agama Islam kepada
bani Amir.
Pada
bulan Shafar juga terjadi tragedy Ar-Raji,
yaitu pembantaian terhadap tujuh sahabat Nabi saw. oleh kaum ‘Udal dan Al-Qarah
di sebuah tempat persinggahan yang berama Ar-Raji’ di daerah ‘Usfan (kawasan
diantara Mekah dan Madinah). Padahal, kedatangan mereka ke kaum ‘Udal dan
Al-Qarah adalah untuk mengajarkan agama Islam dan Al-Qur’an. Di antara ketujuh
sahabat Nabi tersebut adalah Khubaib bin ‘Adiy, Marthad bin Abi Marthad
Al-Ghanawiy, ‘Asim bin Thabit, dan Zaid bin Ad-Dathanah.
Pada
bulan Shafar pula terjadi Perang Maraj Rahit pada 13 H di pinggiran Bandar
Damaskus, Syiria, di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Pelantikan Abdur Rahman
Al-Ghafiqiy sebagai gubernur Andalusia pada 113 H dan wafatnya Salahuddin
Al-Ayyubi pada 589 H. Bahkan, jatuhnya kerajaan Abbasiyah yang berpusat di
Baghdad ke tangan pasukan Tartar juga terjadi pada bulan ini, tepatnya pada 656
H.
Melihat
betapa banyaknya peristiwa penting terjadi pada bulan Shafar, tidak heran jika
bulan ini dikatakan bermuatan nilai historis yang tinggi. Namun, ada juga yang
menganggapnya sebagai bulan yang penuh ketidakberuntungan. Sebab, hamper semua
kejadian penting diatas terarah pada hal-hal yang sifatnya tidak menguntungkan
bagi umat Islam, yaitu kematian seseorang atau keruntuhan negeri Islam.
Banyak
orang yang mengurungkan niat baiknya ketika memasuki bukan ini, seperti
membatalkan perkawinan, menunda pindahan rumah atau kontrakan, melarang
bepergian jauh atau rekreasi, dan sebagainya. Menurut segelintir orang, jika
sesuatu dimulai pada bulan ini, akan berakhir dengan sesuatu yang tidak baik. Mereka
menilai bulan Shafar adalah bulan bencana, bulan bala’, bulan malapetaka, dan
sederet anggapan negative.
Pemikiran
seperti itu tentu saja bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Di dalam Islam,
semua bulan mempunyai nilai yang sama. Yang membedakan adalah amalan-amalan di
dalamnya yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, ada bulan yang istimewa
karena didalamnya banyak amalan yang mendatangkan pahala. Sebaliknya, didalam
Islam tidak ada istilah bulan apes atau hari sial. Semua bulan diperuntukkan
Allah kepada hamba-Nya agar dipergunakan sebaik-bainya.
Semestinya,
bulan Shafar dijadikan sebagai sarana untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah
SWT. Sesuai dengan makna shafar
(kosong), sebaiknya kita juga banyak “mengosongkan diri” dari noda dan dosa
ketika bulan ini tiba. Apapun yang kita lakukan, pasrahkan semua kepada Allah
SWT. Sebab, Dia-lah yang akan memberi pertolongan, kekuatan, dan petunjuk.
Jadi, jangan sampai bulan Shafar malah menjadikan kita takut untuk melakukan
kebaikan. (Hidayah, Edisi April 2005)
Berikut
ada sepenggal kisah mengenai Shalahuddin AL-Ayyubi. Shalahudin Al-Ayyubi adalah
nama julukan dari Yusuf bin Najmuddin. Beliau dilahirkan pada 532 H/1138 M di
Tikrit, sebuah wilayah Kurdi di utara Irak. Sejak kecil Shalahuddin sudah
mengenal kerasnya kehidupan. Pada usia 14 tahun, Shalahuddin ikut kaum
kerabatnya ke Damaskus, menjadi tentara Sultan Nuruddin, penguasa Suriah waktu
itu. Karena memang pemberani, pangkatnya naik setelah tentara Zangi yang
dipimpin oleh pamannya sendiri, Shirkuh, berhasil memukul mundur pasukan Salib
(Crusaders) dari perbatasan Mesir
dalam serangkaian pertempuran.
Pada
1169 M, Shalahuddin diangkat menjadipanglima dan gubernur (wazir) menggantikan
pamannya yang wafat, setelah berhasil mengadakan pemulihan dan penataan kembali
system perekonomian dan pertahanan Mesir, Shalahuddin mulai menyusun
strateginya untuk membebaskan Baitul Maqdis dari cengkraman tentara Salib.
Shalahuddin
terkenal sebagai penguasa yang menunaikan kebebnarannya, bahkan memberantas
korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tepat pada September 1174 M, Shalahuddin
menekan penguasa Dinasti Fatimiyyah supaya tunduk dan patuh kepada Khalifah
Daulat Abbasiyyah di Baghdad. Belum
cukup sampai disitu, tiga tahun kemudian, sesudah kematian Sultan Nuruddin,
Shalhuddin melebarkan sayap kekuasaannya ke Suriah dan utara Mesopotamia. Satu
per satu wilayah penting berhasil dikuasainya: Damaskus (tahun 1174), Aleppo
atau Halb (1138), dan Mosul (1186).
Sebagaimana
diketahui, berkat perjanjian yang ditandatangani oleh Khalifah bin Kaththab dan
Uskup Sophronius menyusul jatuhnya Antioch, Damaskus, dan Yerusalem pada 636 M,
orang-orang Islam, Yahudi, dan Nasrani hidup rukun dan damai di Suriah dan
Palestina. Mereka bebas dan aman menjalankan ajaran agama masing-masing di Kota
Suci tersebut.
Namun,
kerukunan yang telah berlangsung salam lebih dari 460 tahun itu kemudian porak
poranda akibat berbagai hasutan dan fitnah yang digembar-gemborkan oleh patriarch bernama Ermite. Provokator ini
berhasil mengobarkan semangat Paus Urbanus yang lantas mengirim ratusan ribu
orang ke Yerusalem untuk Perang Salib pertama. Kita Suci ini berhasil mereka
rebut pada 1099. Ratusan ribu orang Islam dibunuh dengan kejam dan biadab.
Menyadari
betapa pentingnya kedudukan Baitul Maqdis bagi umat Islam dan mendengat
kezhaliman orang-orang Kristen di sama, pada 1187 M. Shalahuddin memimpin
serangan ke Yerusalem. Orang Kristen mencatatnya sebagai Perang Salib kedua.
Pasukan Shalahuddin berhasil mengalahkan tentara Kristen dalam sebuah
pertempuran sengit di Hittin, Galilee pada 4 Juli 1187. Dua bulan kemudian
(Oktober tahun yang sama), Baitul Maqdis berhasil direbut kembali.
Berita
jatuhnya Yerusalem menggerkan seluruh dunia Kristen dan Eropa khususnya. Pada
1189 M, tentara Kristen melancarkan serangan balik (Perang Salib ketiga),
dipimpin langsung oleh Kaisar Jerman Frederick Barbarossa, Raja Prancis Philip
Augustus, dan Raja Inggris Richard “The
Lion Heart”. Perang berlangsung cukup lama. Baitul Maqdis berhasil
dipertahankan, dan gencatan senjata akhirnya disepakati oleh kedua belah pihak.
Pada 1192 M Shalahuddin dan Raja Richard menandatangani perjanjiandamai yang
isinya membagi wilayah Palestina menjadi dua daerah pesisir Laut Tengah bagi
orang Kristen, sedangkan daerah perkotaan untukorang Islam. Namun demikian,
kedua belah pihak boleh berkunjung ke daerah lain dengan aman.
Setahun
kemudian, tepatnya pada 4 Maret 1193, Shalahuddin menghembuskan nafasnya yang
terakhir. Ketika meninggal dunia di Damaskus, Shalahuddin tidak memiliki harta
benda yang berarti. Padahal beliau adalah seorang pemimpin. Tetapi hal baik
yang ditinggalkan oleh orang baik selalu akan menjadi bagian kehidupan
selamanya. Kontribusinya buat Islam sungguh tidak pernah bisa diukur dengan apa
pun di dunia ini.
Admin : Agung Surya Adi P
Saat ini anda sedang membaca
Apa kelebihan bulan Shafar?
. Jika ada salah kata atau kata yang kurang berkenan, kami mohon maaf. Terimakasih atas kunjungan anda sudah meluangkan waktu untuk membaca artikel ini, Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar. Semoga Artikel dapat
Apa kelebihan bulan Shafar?
bermanfaat.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini
untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di
Bacaan Ringan

